Antipoligami, Emansipasi Gusti Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngarasati Kusumawardhani

Gusti Noeroel memiliki nama lengkap Gusti Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngarasati Kusumawardhani, ia merupakan putri dari K.G.P.A.A Mangkunegara VII dari istrinya yang bernama Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Gusti Noeroel sapaan akrabnya lahir pada sabtu legi, 17 september 1921 merupakan putri yang pintar menari, ia dikagumi oleh masyarakat dan juga kalangan bangsawan, bahkan di usianya yg ke-15 ia pernah diundang untuk menari di acara pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernard pada 6 januari 1937. Pada saat itu pula yang kemudian wajah Gusti Noeroel terpampang pada majalah legendaris life. Majalah terbitan Amerika Serikat edisi 25 januari 1937. Hingga kemudian Ratu Wilhelmina menyebutnya sebagai De Bloem van Mangkoenegaran  (Bunga dari Mangkunegaran). Selain menari, ia juga suka menunggang kuda, dan pintar membuat jamu tradisional..
Pada masa Masa mangkunegara VI dan VII memang kondisi Praja Mangkunegara sedang mengalami pembaharuan baik dalam bidang ekonomi,politik hingga etika. Etika yang dibangun pada masa itu memang mengalami budaya modernisasi. Pada tahun 1903, Mangkunegara VI mengeluarkan perintah dan yang dipruntukan kepada para putra, narapraja dan legium Mangkunegaran agar jika menghadap Sri mangkunegara di istana tidak perlu duduk bersila, boleh langsung menghadap asal berprilaku sopan, jika sebelumnya harus berjalan jongkok dan lain sebagainya. Pengurangan atau penyederhanaan sembah hormat tersebut terjadi pada abad ke 20. Perubahan etiket di istawa ini sebagai proses demokratisasi etika jawa di istana Mangkunegaran. Muhlenfeld menyebutkan, penyederhanaan dalam penghormatan ini di atur oleh pemerintah Hindia belanda setelah Mangkunegaran menerapkannya. Aturan penyederhanaan hormat ini dikeluarkan pada masa Gubernur Jendral Van Heutz dengan nama Cilculair van Heutz.
Pada abad ke-20 ini jugalah Emansipasi perempuan diaplikasikan salah satunya lewat Organisasi Gerakan Putri Mardika, yang menutut pendidikan dan kebebasan berpendapat. Pada masa K.G.P.A.A Mangkunegara VI juga didirikan asrama putri untuk mendukung pendidikan para putri Praja Mangkunegaran.
Di masa-masa seperti itu Gusti Noeroel Sudah tentu mendapat pendidikan yang modern dan mendapat pendidikan tentang emansipasi Perempuan. Oleh karenanya Gusti Noeroel berbeda dengan wanita-wanita jawa lainnya, ia memiliki pandangan dalam hidupnya tidak mau dipoligami atau di persunting oleh orang yang sudah memiliki istri (antipoligami)
Kecantikan dan pendiriannya ini akhirnya sering mematahkan para pria  yang ingin mempersuntingnya, tidak tanggung-tanggung mereka rata-rata dari kalangan kolongmerat atau bukan orang sembarangan. Diantaranya adalah Sultan Hamengkubuwono IX, Soekarno, Sutan Sjahrir dan GPH Djatikusumo. "Aku tak bisa menerima cinta mereka, hanya karena sebab aku tak mau di madu" (Aku Gusti Nurul dalam Gusti Noeroel : Starven Naar Geluk mengejar kebahagiaan karya Ully Hermono).
Diantara para penggemarnya, Sjahrir yang paling unik ia dikatakan pernah memberikan hadiah-hadiah yang dibelinya dari jakarta. "Setiap rapat kabinet di Jogyakarta, ia selalu mengutus sekretaris pertamanya, Siti Zoebaedah Oesman, ke Mangkunegaran untuk khusus memberi hadiah yang di belinya dari jakarta bersamanya juga terlampir sepuncuk surat tulisan tangan dari Sjahrir" (Aku Gusti Nurul). Meski tampak menggemari Gusti Noeroel ia tak pernah menyambangi pura mangkunegaran.
Bung Karno juga merupakan penggemar Gusti Noeroel "Menurut kabar beberapa orang bung Karno pun menaruh simpati terhadapku. Namun aku sendiri belum pernah mendengar ungkapan isi hati Bung Karno. Tapi, saya mendengar dari Bu Hartini istrinya" ( Aku Gusti Nurul ). Setelah belanda angkat kaki Gusti Noeroel pernah diundang dengan ibunya Gusti Kanjeng Ratu Timoer menyambangi istana Soekarno di Cipanas. Di istana, pelukis Basuki Abdullah diminta oleh Soekarno untuk melukis Gusti Noeroel. Setelah Gusti Noeroel menikah dengan Soerjo Soejarso Soekarno sering bilang : " wah, aku kalah cepat dengan Suamimu" (tirto.id : Gusti Nurul yang Banyak dipuja Oleh Tokoh Besar Indonesia; 2017)
Rabu, 24 maret 1954 Gusti Noeroel resmi menikah dengan pria pilihannya yaitu Raden Mas Soerjo Soejarso. Meski bukan pejabat tinggi negara seperti Soekarno atau Sjahrir, Soerjo Soejarso merupakan lulusan akademi militer kerajaan Belanda di Breda. Setelah menikah ia tinggal di Bandung.
Pada tanggal 10 November 2015, Gusti Noeroel menghbuskan nafas terakhirnya di RS. Boromeus Bandung diusia 94 tahun. Gusti Noeroel tutup usia dikarenakan sakit diabetes yang dideritanya, ia meninggalkan 7 orang anak dari pernikahannya dengan Soerjo Soejarso.
Kuatnya budaya Patriarki dan suburnya poligami dalam aristokrat kerajawian jawa tidak serta merta membuat Gusti Noeroel tidak bisa bersikap tegas. Dari Gusti Noeroel inilah kita bisa belajar bahwa Perempuan jawa berhak memilih pasangan hidupnya dan lewat gambaran pendek Gusti Noeroel ini, budaya poligami di kalangan keturunan raja jawa dapat di runtuhkan.


Karya : Abdul Wahid
Mahasiswa Filsafat IAIN Surakarta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKISMA SANTRI ABANGAN

Diskusi Online "Islam Progresif Memaknai Multireligius Di Era Post-Truth"