KRISIS PERADABAN BARAT DAN MUNCULNYA GAGASAN ISLAMISASI ILMU

A.   Periode krisisnya peradaban Barat
Kebudayaan barat semenjak kelahirannya sampai dengan perkembangannya melewati tahap-tahap kehidupan seperti organisme lainnya. Mempunyai masa kejayaan dan masa kelam atau disebut dark age selama kurang 
lebih 10 abad dibawah kekuasaan Gereja. Abad ke-19 sampai saat ini dinilai sebgai titik majunya bnagsa barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi dalam hal 
spiritual mereka mendapat nilai rendah atau terbelakang, keadaan inilah yang memicu sejarawan untuk mengatakan bahwa barat sudah mengalami krisis peradaban dan hal ini akan terus memburuk akibat merosostnya moral dan ketidak percayaan mereka terhadap Tuhan.
Tahap-tahap organisme kebudayaan barat, menurut Spengler mengalami 
empat tahap perkembangan yaitu :
1. Tahap Pra-Kultur
Masa prakultur pada kebudayaan barat berlangsung antara 500 – 900 M, yaitu pada zaman meroving - karoling (kerajaan Franka). Ciri- ciri dari masa ini adalah dalam bentuk ekspresi kehidupan yang masih primitive. 
Secara ekonomi didasarkan atas kehidupan pedesaan dan secara spiritual dapat dikenal melalui suatu imajinasi mitologis yang mengekspresikan dalam epos(karya sastra tradisional yang menceritakan tentang kisah 
kepahlawanan) dan legenda, yang kemudian dikembangkan dalam bentuk filosofis dan ilmiah. Pada tahap ini, kehidupan manusia memusatkan diri pada kekuatan alam dan kemudian dipujanya.
2. Tahap Kultur (masa perkembangan)
Masa kultur awal pada kebudayaan barat berlangsung antara tahun 900 – 1500 M. Ciri manusia pada tahap ini mulai berubah dan mempunyai kesadaran jiwa yang kritis, dalam kebudayaan Yunani (klasik) lahir suatu 
metafisika yang mempuanyai bentuk filsafat murni dari suatu pemikiran dunia.
3. Tahap Kultur Akhir (masa kejayaan)
Masa ini berlangsung dari tahun 1500-1800 M. Pada tahap ini disebut periode Great Masters yang diwakili oleh pelukis-pelukis madzhab Belanda dan Italia, komponis Jerman, kaum Reformis, dan Humanis, kaum Rasionalis dan Empiris.
Sementara pada abad ke-15 dan 16 kultur akhir dikuasai oleh gerakan renaissance (kelahiran kembali). Secara historis gerakan ini meliputi suatu jaman diman seorang dilahirkan kembali dengan keadaban. Didalam kelahiran kembali, manusia kembali pada sumber yang murni bagi seni dan ilmu pengetahuan. Pada masa ini orang-orang menghargai sekali pada hal-hal kehidupan yang baik.
4. Tahap Peradaban (masa keruntuhan)
Tahap peradaban dimulai abad ke-19 M saat munculnya Napoleon digelanggang sejarah setelah berakhirnya tahap kultur akhir. Hal ini ditegaskan oleh Spengler, bahawa musim dingin atau tahap peradaban barat dimulai dari revolusi Prancis dan Napoleon. Tahap peradaban merupakan tahap Imperialisme, tirani politik yang berkecenderunagn meningkatkan peperangan antar kaisar serta munculnya petualangan politik yang memperjuangkan kekaisarannya. Dalam tahap peradaban muncul kelompok massa yang anorganis, yaitu suatu masa yang menuju keruntuhan.
Sementara aspek ekonomi dalam tahap ini berpangkal pada dunia yang materialistic sehingga menunjukkan krisis keruhanian manusia. Dengan demikian krisis kemanuasiaan mengandung pengertian pada 
perubahan kebudayaan yaitu menuju peradaban (krisis). Dalam tahap iniaspek-aspek lain seperti daya cipta, intelektualitas 
dan sosialitas mengalami kemunduran. Gejala terakhir dari tahap ini adalah munculnya religiositas kedua, yaitu berubahnya rasa keagamaan lama yang akan mendasari perkembangan kehidupan keagamaan kesatuan kultural berikutnya. Spengler mengatakan bahwa dari kegersangan dari kota-kota maka akan muncul “religiositas kedua” atau “gnotisisme” melalui masa rakyat dengan harapan untuk melepas diri dari kesengsaraan. Dengan demikian setelah kehilangan “kehendaknya”, jiwa barat akan kembali ke masa kegelapan.
B. Keterkaitan Peradaban Barat dan Peradaban Islam
Perjumpaan Barat dan Islam ditandai dengan peristiwa besar kemanusiaan yaitu Perang Salib (Crusades). Tragedi ini dapat dipandang sebagai periode awal yang akhirnya membawa penguasaan Barat dan dominasi atas dunia Islam. Tragedi ini juga menjadi titik awal persinggungan dan ketegangan antara dua peradaban, yakni Islam dan Barat.
Kontak Islam dan Barat ini selanjutnya ditandai dengan meningkatnya perlawanan muslim atas dominasi barat pada abad ke-19 M. Pada era yang disebut kebangkitan Islam ini tidak segera menjadikan Islam sebagai wilayah yang sepi dari kungkungan dunia Barat. Pengaruh ideologi modern, kamajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi menyekap umat islam dalam kebimbangan dan keagamaan. 
Dunia Islam telah menemukan suatu peristiwa sejarah paling krisis yang pernah dialaminya sepanjang sejarah karena bertemunya dua peradaban ini, baik secara ideology, politik, ekonomi, dan social maupun budaya. Secara politik barat telah berhasil memperbudak melalui kolonialisme dan imperalisme. Melalaui imperalisme yang halus dengan penyebaran ideology dan pendidikan, Barat 
kembali tampil sebagai kekuatan yang memperbudak umat Islam. Isu sekularisme, 

materialism, dan komunisme menjadi suatu hantaman ideology yang membuat dunia islam tidak berkutik. Dalam beberapa aspek penetrasi Barat ini telah berubah menjadi arus westernisasi yang banyak mempengaruhi dunia islam dan para pemikirnya.
Samuel P Huttington menyatakan bahwa sumber konflik dunia Islam dan Barat bukanlah dari Ekonomi atau Ideologi, hal utama yang membelah dunia islam 
adalah kebudayaan. Perang peradaban akan mendominisasi peta politik global, 
perselisihan ini akan terjadi sepanjang garis kebudayaan yang memisahkan peradaban Barat dan non Barat.
Dibalik polemic-polemik tersebut muncul ketidak adilan opini Barat yang mana Islam selalu ditampilkan sebagai objek negative dan stereotip menurut para pakar Islam di barat, Islam merupakan ancaman hijau (green menace), anacamn itu dianggap sebagai hantu yang mebayangi gerak-gerik barat (yang seringkali diwakili oleh Amerika Serikat) dalam menjalani politik luar negerinya. Barat 
menganggap Islam sebagai tradisi dan umat beragama yang agresif dan bermusuhan serta anti Amerika. 
Opini tersebut menyebabkan tension antara barat dan islam, tidak hanya dari kalangan Sarjan Islam tetapi juga dari sarjana barat sendiri. Bias dalam orientalisme ini hanya akn menimbulkan kesenjangan antara Islam dan Barat. 
Dalam hal ini muncul gugatan dan pembelaan atas Islam sebagai ancaman, stereotip dan generalisasi dari seorang pemerhati Islam di Barat yaitu John L. Esposito dia adalah guru besar kajian keislaman dan hubungan internasional di Georgetown University. Dalam karyanya The Islamic Threat : Myth or Reality, 
dalam karyanya ini dia mengambil sikap yang berbeda dengan para pakar Islam di barat yang menyatakan bahwa islam sebagai ancaman. Karya yang penting lainnya adalah Islam : The Straight Path, Unholy War: Terror in The Name of Islam dan The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic Word.
Ketegangan dan konfrontasi hubungan antara Islam dan Barat dapat dicermati pada Intervensi Amerika terhadap masalah Palestina-Israel yang dianggap berat sebelah dan bias. Dalam kasus ini Amerika dengan cepat menuding apa yang dilakukan orang Palestina terhadap warga sipil sebgai tindakan terror, tetapi menutup mata jika hal yang sam dilakukan militer Israel terhadap warga sipil Palestina. Bagi kaum muslim, hal itu menyulut kemarahan dan ketidak adilan yang dianggap sebagai dukungan (prpping up) terhadap tirani Israel terhadap kaum muslimin. Ketidak adilan ini menumbuhkan sikap anti Amerika seperti tercermin pada peristiwa 11 september, ancaman gerakan ekstrimisme, 
raadikalisme, dan terorisme sebagai jawaban atas segala intervensi dan ketidak adilan atas kebijakan Barat (khususnya Amerika) didunia Islam.
Jika tesis Huntington dalam The clash of Civilization, menempatkan peradaban Barat (Kristen) dan Timur (Islam) berhadap-hadapan secara konfrontatif (bertentangan). Tesis ini memicu berbagai pergolakan didunia.
Dalam hal ini menurut Esposito barat (terutama Amerika) harus menimbang dan mengkaji ulang pada setiap kebijakannya yang berat sebelah dan hanya melahirkan gelombang anti Amerika serta militant militan baru.
Disini dapat dilihat Esposito merupakan juru bicara Islam dan Barat mengajak untuk selalu bekerja sama dan tidak tenggelam dalam konflik peradapan yang diramalkan oleh Huntington. Oleh karena itu, menurut Esposito bahwa saat ini perjumpaan Islam dan Barat harus dimaknai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi atau saling curuuga. Dalam diskursus Islam dan Barat ini maka pemikira Esposito menarik untuk ditelaah lebih lanjut.
C. Islamisasi Keilmuan
Peradaban barat dan westernisasi telah membawa efek negative bagi umat Islam. di satu pihak umat Islam telah berkenalan dengan peradaban barat modern, tetapi dipihak lain mereka kehilangan pijakan yang kokoh yaitu pedoman hidup yang bersumber moral agama. Karaenanya umat islam terkesan mengambil sikap mendua. Pandangan dualism ini menjadi penyebab kemunduran umat islam, untuk menghilangkan dualism maka pengetahuan harus diislamisasikan. 
Islamisasi secara bahasa adalah pengislaman. Islamisasi merupakan kata benda abstrak dari kata islam, dan islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Dan yang Bergama islam disebut Muslim dan yang ingkar disebut kafir, sumber pedomannya Al-Qur’an yang merupakan wahyu dari Tuhan, dan kepercayaan kepada-Nya dan Nabi merupakan hal yang penting. 
Dalam kaitannya dengan Islamisasi ilmu pengetahuan adalh upaya untuk menjadikan Ilmu pengetahuan yang didapat sesuai dengan paradigm Islam, yaitu Ilmu yang berlandaskan Al-qur’an dan Sunah dan berdasarkan tauhid. Konsep tauhid yang tertanam pada seorang Alim maka akan menghasilkan ilmu yang akan membawa pada tujuan penciptaannya. Menurut Osamn Bakar, Al-Farabi, Al-Ghazali dan Qutbh Al-Din Al-Syirazi mengklasifikasikan hierarki ilmu sebgai berikut : pengetahuan teriggi adalah pengetahuan mengenai Tuhan. Pengetahuan 
yang ada merupakan bukti dari peran Tuhan dalam kehidupan. Semakin banyak ilmu yang kita miliki mak semkain bertambah keimanan kita. Segala sesuatu pengetahuan selain Tuhan harus dikaitkan secara konseptual dengan pengetahuan tentang Tuhan. Gagasan ini berpandangan bahwa setiap sumber ilmu pengetahuan memiliki pangkal sumber yang sama. Gagasan ini secara bersamaan dimiliki oleh ketiga penggagas tersebut.
Gagsan tersebut tidak lepas dari kritik, bahkan ada kritik yang mengecam keras bahwa sains islam tidaklah ilmiah, kritik ini datang dari sains modern. Sains modern adalah seperangkat aturan yang pasti, dengan kepastian tersebut kita mencari pemahan yang rasional tentang alam semesta. Seluruh sains dibangun atas landasan obyektif pengalaman indrawi kita. Obyektifitas ini dimungkinkan karena eksperimen dan konsistensi logis merupakan satu-satunya pembeda kebenaran dan kesalahan. Dengan ini menjadi penting untuk mengetahui peradaban Barat sebagai konsep dasar dari sains modern dan filosofis islami. proses islamisasi ini bukanlah semata-mata suatu bentuk teknikal atau menyentuh aspek historical saja, dan tidak hanya terbatas pada golongan tertentu atua khusus. Tetapi melibatkan teori praktis, metodologi dan melibatkan seluruh disiplin ilmu yang wujud hingga hari ini. 
Sains modern sepenuhnya mencoba memisahkan peran agama dalam kehidupan. Semenjak masa penerahan Eropa yang berlangsung pada abad ke-17 hingga abad ke-19, dan sering pula dengan kebangkitan rasionalisme dan empirisme serta kemajuan ilmu dan teknologi di Barat, para filsuf Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman telah membayangkan didalam tulisan mereka. 
Beberapa theology Kristen pada pertengahan pertama abad ini telah membayangkan datangnya krisis semacam itu yang disebut sekularisasi. Filsuf sosiolog Prancis Auguste Comte pada pertengahan abad ke-19 telah 
membayangkan adanya kebangunan ilmu dan keruntuhan agama, dan ia percaya bahwa menurut logika sekuler perkembangan filsafat dan ilmu barat, masyarakat berevolusi dan berkembang dari tingkat primitive ke tingkat modern. Ia pun mengamati bahwa, ditilik dari aspek perkembangannya, metafisika adalh transisi dari theology menuju ilmu pengetahuan. 
Dalam abad itu juga, filsuf penyair Jerman Friedrich Nietzsche meramalkan 
melalui tokohnya Zarathustra- bahwa setidaknya untuk dunia Barat-Tuhan telah
mati. Para filsuf, penyair dan pengarang barat telah memperkirakan datangnya 
peristiwa itu dan menyambutnya sebgai persiapan akan tibanya suatu dinia yang 
terbebas tanpa Tuhan dan tanpa agama sama sekali. Tantangan telah timbul ditengah kebingungan manusia sepanjang masa, tetpai barangkali tidak ada yang lebih gawat dan lebih bersifat merusak terhadap manusia dari pada tantangan hari ini yang ditampilkan oleh peradaban Barat.
Untuk lebih jelas memahami Islamisasi ilmu, klasifikasi disiplin ilmu secara islam dicadangkan sebagai alternative gantian kepada klasifikasi umum yang digunakan sekarang dengan menjadikan mereka saling berkaitan dan tidak terlepas daripada memerlukan sokongan dari disiplin ilmu yang lain, lebih jelasnya sebagai berikut, klasifikasi Ilmu Islam :
a) Ilmu abadi atau Ilmu Fardhu Ain (ilmu keagamaan) diperlukan untuk mengawasi Ilmu yang dicari,memerlukan untuk memahami ilmu yang dicari.
b) Ilmu perantara atau medium (Ilmu bahasa atau Matematika) 
diperlukan untuk memahami ilmu fardhu ain, memerlukan untuk digunakan dalm kehidupan.
c) Ilmu yang dicari atau Ilmu Fardhu Kifayah Ilmu umu, Ilmu Filsafat dan Psikologi, Ilmuu sains social, Ilmu Sains Alam, Ilmu Teknologi, 
Ilmu Kesenian, Ilmu kesastraan dan retorik, Ilmu geografi dan Sejarah.
Kesimpulan
Kehidupan bangsa barat merupakan Aplikasi dari kehidupan bangsa Yunani dan Roma. Kenyataan itu tidak mengherankan karna mereka adalah anak cucu bangsa romawi dan Yunani yang mengikuti agama tanpa spiritualitas. Walaupun dalam era kemajuan dan inovasi dibidang teknologi dan industry akan tetapi segi ruhaniah mereka terbelakang. Itulah penyebab kekrisisan mereka yang membawa kehancuran. 
Islamisasi Ilmu pengethauan mempunyai prinsip bahwa dalam melaksanakan pembaharuan harus tetap berpegang teguh pada keyakinan dan esensi Islam sebgai agama yang benar.

Karya; Berlian Iswari cempaka
Mahasiswa Filsafat Iain Surakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKISMA SANTRI ABANGAN